Nama : Bagus Kurniawan
Nim : 30814081
Kelas : 4.2 E.S
Pelemahan ekonomi dunia ikut mempengaruhi investasi di sektor manufaktur
Indonesia. Hal ini dirasakan perusahaan raksasa elektronik asal Jepang,
Toshiba. Mereka menegaskan bakal hengkang dari tanah air pada April 2016.
Pabrik tersebut juga tak lagi beroperasi di Indonesia.
Penutupan pabrik perusahaan Toshiba terjadi akibat melemahnya daya beli
masyarakat. Imbasnya, penjualan produk perusahaan ini turun drastis. Presiden
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan, Toshiba
lebih dulu merumahkan ribuan pegawai di Cikarang, Bekasi. Toshiba mempunyai
enam pabrik. Namun, satu-persatu mulai angkat kaki dalam kurun 10 tahun
terakhir.
“Jadi tidak ada lagi pabrik Toshiba. Yang ada hanya produksi printer Toshiba
di Batam, tapi skalanya kecil. Nah yang tutup ini adalah pabrik televisi
Toshiba terbesar di Indonesia, selain di Jepang,” kata Iqbal di Jakarta.
2. Panasonic
Dampak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar serta munurunnya produksi
dalam beberapa waktu terakhir, mulai dirasakan pelaku usaha di Pasuruan.
Panasonic, contohnya. Kelompok buruh tergabung dalam Konfederasi Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) angkat suara soal perusahaan raksasa elektronik di
Indonesia yang satu per satu resmi ditutup.
Dampak langsung segara dirasakan para buruh. Mereka kehilanngan mata
pencaharian, juga penghasilan. Dua pabriknya resmi ditutup, di Pasuruan (600
orang buruh di PHK) dan di kawasan EJIP Cikarang (sekira 1000 orang buruh di
PHK). Jumlah yang di-PHK kurang lebih 2500 orang buruh. Separuhnya dan
Panasonic.
Secara bersamaan, tutupnya pabrik tersebut dibarengi dengan investasi dari
Tiongkok, yang disebut-sebut merupakan proyek mercusuar. Investasi Tiongkok
mencakup SDm. Mereka membawa buruh unskill, seperti operator, supir
forklift, juru masak dll.
Sharp Corp mengalami kerugian akibat jatuhnya harga flat panel TV dan
menguatnya yen. Operasi tahunan pertama jebol. Akibat kinerja yang buruk, Sharp
memotong perkiraan dividen tahunannya menjadi 21 yen per lembar dan
merencanakan PHK 1.500 pegawai tidak tetap, serta mengurangi biaya hingga US$
2,20 miliar. Pembuat LCD TV merek Aquos itu merupakan perusahaan teknologi
terbaru yang menjadi korban resesi global.
Selain krisis global, persaingan juga menyebabkan Sharp terpuruk. Sharp
sebagai pembuat LCD TV terbesar ketiga di dunia mendapat tantangan dari Samsung
Electronics Co Ltd dan LG Electronics Inc dari Korea yang beruntung karena mata
uangnya tidak terlalu bergolak.Sharp memotong penjualan TV LCD untuk tahun
bisnis sekarang 9,1% menjadi 10 juta unit.
Presiden Direktur Sharp Electronics Indonesia, Fumihiro Irie, mengatakan
hingga kini belum ada PHK karyawan Sharp di Indonesia. Lain soal jika krisis
berlanjut. Untuk menghindari tekanan krisis, Sharp melakukan efisiensi segala
proses produksi. Biaya yang tidak berdmapak pada keuntungan, akan dihilangkan.
Kepala Eksekutif Sony Corp, Kazuo Hirai, mempertimbangkan alternatif lain tahun
depan setelah lini bisnis ponsel pintar (smartphone) terus menurun. Jika tahun
depan masih merugi, tidak menutup kemungkinan Sony mengembangkan bisnis lain.
Setelah mengalami kerugian dalam beberapa tahun terakhir, Hirai mampu
merustrukturisasi bisnis. Perbaikan bisnis mulai terasa dengan efisiensi biaya
dan penghentian lini bisnis yang merugi seperti produksi PC. Selain itu, Sony
memperkuat penjualan sensor gambar dan videogame. Sayangnya, lini bisnis ponsel
pintar terus menurun.
Meski sedang dilanda kesulitan bisnis, pada ajang CES 2015 yang berlangsung
di Las Vegas, AS, awal bulan ini, Sony tetap memperkenalkan sejumlah gadget
baru, termasuk TV super tipis dan Walkman seharga belasan juta rupiah. Di ranah
mobile phone Sony menghadapi persaingan keras. Segmen bawah digerogoti
perangkat-perangkat murah besutan vendor Asia, sementara segmen atas dikuasai
Apple dan Samsung yang sulit dikejar.
Microsoft terus melakukan efisiensi di divisi mobile Nokia yang dibelinya
pada tahun 2013 senilai USD 7 miliar. Mereka mengumumkan penutupan salah satu
pabrik ponsel Nokia yang berada di Finlandia dan telah mengumumkan PHK pada
7.800 karyawan, kebanyakan dari divisi ponsel. Akuisisi divisi ponsel Nokia
tidak menuai hasil seperti yang diharapkan karena Windows Phone masih keteteran
menghadapi Android dan iPhone.
Stephen Elop yang adalah mantan CEO Nokia, juga sudah mengundurkan diri dari
jabatan Executive Vice President of Microsoft Devices & Services. Head of
Phone Division Jo Harlow, juga ikut hengkang dari Microsoft. CEO Microsoft,
Satya Nadella, menegaskan akan tetap fokus membesarkan bisnis ponsel. “Dalam
jangka pendek, kami akan menjalankan portofolio ponsel yang lebih fokus dan
efektif,” kata pria berdarah India ini. Microsoft di bawah kepemimpinan Nadella
ditengarai lebih mengutamakan bisnis software serta cloud.
Pabrik milik General Motor (GM) Indonesia yang memproduksi mobil Chevrolet Spin
di Bekasi akan menghentikan operasinya dan resmi ditutup pada Juni 2015.
Penyebabnya, sejak berdiri 2013, perusahaan itu mengalami kerugian dan tidak
mampu bersaing dengan produk sejenis.
Sementara itu, Direktur Keuangan GMI Manufacturing, Pranav Bhatt, mengatakan
ditutupnya pabrik GMI di Indonesia semata-mata karena alasan finansial, di mana
penjualan Chevrolet Spin tidak begitu menguntungkan. Biaya produksi tinggi,
sementara volumenya sedikit.
Menurut dia, GMI akan tetap berada di Indonesia, namun tidak lagi menjual
Chevrolet Spin, melainkan akan fokus pada jenis mobil SUV dan pick up.
7. Sanyo
Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran.
Faktor 1 : Harmony Culture Error. Dalam era digital seperti saat ini, kecepatan
adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development. Speed in
product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang termehek-mehek
lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan konsensus.
Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang
sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu
sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan.
Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk
baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo.
Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban
mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi).
Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris
tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi
menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch.
Faktor 2 : Seniority Error. Dalam era digital, inovasi adalah oksigen. Inovasi
adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak
kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya
sungkan pada atasan.
Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang memelihara budaya
senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti Anda tidak akan
menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never. Istilah Rising Stars
dan Young Creative Guy adalah keanehan.
Promosi di hampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang
tua pasti didahulukan, no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang,
loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai
pensiun adalah kelaziman.
Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya
senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan
kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati.
Faktor 3 : Old Nation Error. Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan
faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua.
Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia diatas 50 tahun.
Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk
dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua.
Disini hukum alam berlaku. Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun
bekerja pada lingkungan yang sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang
berlangsung cepat. Ada comfort zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer
senior dan tua itu.
Dan sekali lagi, apa artinya itu bagi nafas inovasi? Sama : nafas inovasi akan
selalu berjalan dengan tersengal-sengal.
Demikianlah, tiga faktor fundamental yang menjadi penyebab utama mengapa
raksasa-raksasa elektronika Jepang limbung. Tanpa ada perubahan radikal pada
tiga elemen diatas, masa depan Japan Co mungkin akan selalu berada dalam bayang-bayang
kematian.
rf.www.efekgila.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar